Pengungsi Rohingya yang Meresahkan

Deskripsi Masalah

Aceh, sebuah wilayah yang kaya akan sejarah dan keberagaman, mendapati dirinya dalam sorotan Internasional ketika sekelompok pengungsi Rohingya mencari perlindungan di sana. Kedatangan mereka, sementara diharapkan membawa harapan baru, juga memicu reaksi penolakan.

Rohingya sendiri adalah warga “pribumi” (native) Arakan, dan karena itu mereka sering disebut “Muslim Arakan” atau “India Arakan”. Tetapi eksistensi Rohingya ditolak di Myanmar sehingga menyebabkan mereka menjadi salah satu kelompok etnis yang tidak memiliki negara (katakanlah, “bangsa tanpa negara”), sama seperti etnik Kurdi atau Berber di Timur Tengah. Di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha, etnis Rohingya telah menghadapi diskriminasi sistemik, keadaan tanpa kewarganegaraan, dan kekerasan yang ditargetkan selama beberapa dekade. 

Warga Rohingya tiba di Provinsi Aceh dengan perahu kayu, ratusan pengungsi Rohingya telah tiba di pesisir pantai utara Aceh sejak 14 November 2023. Ratusan pengungsi Rohingya terus berdatangan selama sepekan terakhir. Rombongan pertama sekitar 200 orang tiba dengan perahu kayu di Desa Ury Madon di Kabupaten Muara Batu, Provinsi Aceh. Selanjutnya, rombongan kedua sebanyak 147 orang tiba di Kecamatan Bati, Pidie. Sedikitnya 1.012 pengungsi etnis Rohingya, Myanmar, masih berada di Kabupaten Pidie, Bireuen, dan Aceh Timur, Provinsi Aceh. Hingga Selasa (21/11/2023), sebanyak 721 pengungsi Rohingya berada di Pidie. Sebanyak 480 orang ditampung di bangunan milik Yayasan Mina, sedangkan sisanya ditempatkan di balai desa tidak jauh dari pantai.[1]

Dosen Antropologi STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh, Tgk Muhajir al-Fairus menjelaskan, kehadiran Rohingya pada awalnya dimaknai sebagai soal kemanusiaan oleh masyarakat Aceh. Masyarakat Aceh menunjukkan identitas ke-Aceh-an pada Rohingya.

Aceh merupakan masyarakat yang cukup menghormati tamu. Apalagi, dalam kasus Rohingya ada rasa kesamaan keyakinan. Waktu itu, terang dia, masyarakat Aceh bersimpati membela kehadiran pengungsi Rohingya. Apalagi dengan isu penindasan terhadap Rohingya dari negara asal mereka.[2] 

Namun simpati tersebut lama-kelamaan pudar akibat perilaku pengungsi Rohingya tersebut. Berdasarkan kesaksian masyarakat, pengungsi ini bertindak semaunya sendiri dan tidak mematuhi adat serta peraturan daerah setempat. “Para pengungsi yang melarikan diri, tidak menjaga kebersihan dan tidak mengindahkan syariat Islam dan adat di kalangan masyarakat,” kata Kapolres Lhokseumawe AKBP Henki Ismanto, Kamis (16/11/2023).  

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) buka suara soal 249 pengungsi Rohingya ditolak warga Bireuen, Aceh. Kemlu mengatakan Indonesia secara aturan tidak memiliki kewajiban untuk menampung para pengungsi.

“Yang jelas Indonesia bukan pihak pada Konvensi Pengungsi 1951. Karena itu Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi, apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Lalu Muhamad Iqbal dalam keterangan kepada wartawan, Jumat (16/11/2023). Iqbal mengakui Indonesia selama ini telah terbuka dalam menampung sejumlah pengungsi dari luar negeri. Namun, hal itu dilakukan atas dasar kemanusiaan.[3] Pertanyaan:

a. Dapatkah dibenarkan tindakan masyarakat Aceh menolak pengungsi rohingya sebagaimana dalam deskripsi?

Jawaban: 

a. Jika yang dimaksud penolakan diatas adalah aspirasi (bukan penolakan secara pribadi) masyarakat aceh yang disampaikan kepada pemerintah maka bisa dibenarkan jika didasarkan pada alasan kamanan dan ketertiban kehidupan masyarakat aceh yang terganggu.

 Referensi:

1. Ihya’ Ulumuddin, vol. 2, h. 337.2.Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, vol. 4, h. 6.
3. Tarsyih al-Mustafidin, h. 937.4.At-Tasyri’ al-Jinai fi al-Islam, vol. 1, h. 335.
  1. احياء علوم الدين : 2/337

)الباب الرابع فى أمر الأمراء والسلاطين بالمعروف ونهيهم عن المنكر( قد ذكرنا درجات الأمر بالمعروف وان اوله التعريف وثانيه الوعظ وثالثه التخشين فى القول ورابعه المنع بالقهر في الحمل على الحق بالضرب والعقوبة والجائز من جملة ذلك مع السلاطين الرتبتان الأوليان وهما التعريف والوعظ واما المنع بالقهر فليس ذلك للأحاد الرعية مع السلطان فإن ذلك يحرك الفتنة ويهيج الشر ويكون ما يتولد منه من المحضور أكثر واما التخشين فى القول كقوله يا ظالم يا من لايخاف الله وما يجرى مجراه فذلك إن كان يحرك فتنة يتعدى شرها الى غيره لم يجز وان كان لايخاف الا على نفسه فهو جائز بل مندوب اليه فلقد كان من عادة السلف التعرض للأخطار والتصريخ بالإنكار من غير مبالاة بهلاك المهجة اهـ

  • الفقه على المذاهب الأربعة4 – )ج 4 / ص 6)

ويجب على كل رئيس قادر سواء كان حاكماً، أو غيره أن يرفع الضرر عن مرؤوسيه

  • ترشيح المستفيدين ص ٨3٩

والحق في مسألة ابن الزبير ويزيد أن كلا إمام على ما تمت فيه شوكته إذ المقرر عندنا أن الإمام الأعظم لا يجوز تعدده فلا يكون في الدنيا إلا إمام واحد واما إذا تعددت الأئمة كما هو معهود من قريب زمن الصحابة رضي الله عنهم وزعم أن الانفراد تم لعبد الملك فلم يكن بمحل من الأرض بلغه الإسلام إمام بوجه إلا عبد الملك يرده أن جماعة تغلبوا على المغرب الأقصى فملكوه ومنعوا أنواب عبد الملك عنه وأقاموا على ذلك مدة فالحق أن كل من تمت له الشوكة في ناحية بحيث لا يحتاج إلى مدد من غيره ولا يقدر غيره على إزالة شوكته نفذت أحكامه في محل شوكته حتى المرأة والكافر كما يأتي هذا

  • التشريع الجنائي في الإسلام ج 1 ص 335

وإذا كان الأصل أنه لا يجوز منع رعايا دولة إسلامية من الدخول في أرض دولة إسلامية أخرى، أو إبعادهم عنها، فهل يجوز إذا دعت لذلك ضرورة المحافظة على الأمن العام، أو النظام، أن تضع الدولة قيوداً على دخول البلاد التي تحكمها بقدر ما تستدعيه تلك الضرورة؟ وهل يجوز للدولة الإسلامية إذا دعت الضرورة إبعاد من ليسوا رعاياها أصلاً إلى بلادهم الأصلية أو إلى أي بلد آخر؟ومن القواعد الأولية في الشريعة الإسلامية أن الضرورات تبيح المحظورات، وأن كل ضرورة تقدر بقدرها، ومعنى ذلك أن ما لا يباح عمله في الظروف العادية يباح عمله عند الضرورة، وتطبيقاً لهاتين القاعدتين الأوليين يجوز للدولة الإسلامية عند الضرورة أن تضع قيوداً على دخول البلاد التي تحكمها، بقدر ما تستدعيه حالة الضرورة، وبشرط أن لا يمكن دفع الضرورة بوسيلة أخرى و يجوز للدولة الاسلامية عند الضرورة أن تبعد أي مسلم أوذمي عن أرضها اذا لم يكن هناك وسيلة لدفع الضرورة الاالابعاد.

Pertanyaan:

b. Siapakah yang mempunyai kewajiban untuk menampung para pengungsi Rohingya

atas nama kemanusiaan?

Jawaban: 

b. Tanggung jawab terhadap persoalan pengungsi rohingya ataupun lainnya telah ada badan internasional yang menangani yaitu UNHCR, sebuah organisasi internasional yang beroperasi dibawah naungan PBB yang bertujuan untuk melindungi, memberikan bantuan, serta menangani orang-orang yang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena konflik dan diskriminasi. Sejak didirikan pada tanggal 14 desember 1950. Dalam menjalankan tugasnya, UNHCR bekerja lebih dari 135 negara, memberikan bantuan sesensial seperti tempat tinggal, makanan, air, perawatan medis,

dan perlindungan bagi mereka yang terpaksa mengungsi. 

Referensi:

1. Syarh Shahih al-Bukhari li Ibn al-Bathal, vol. 6, h. 573.

5. شرح صحيح البخارى لابن بطال ,6/573 نصر المظلوم فرض واجب على المؤمنين على الكفاية، فمن قام به سقط عن الباقين، ويتعين فرض ذلك على السلطان، ثم على كل من له قدرة على نصرته إذا لم يكن هناك من ينصره غيره من سلطان وشبهه


[1] https://www.kompas.id/baca/nusantara/2023/11/21/selamatkannyawarohingya 

[2] https://nu.or.id/nasional/awalmulakebaikanorangacehterimapengungsirohingyatapiakhirnyadikecewakanpG2hi 

[3] https://news.detik.com/berita/d7048044/mengapapengungsirohingyaditolakwargaacehinipenjelasannya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *